CERPEN KE : VII
JUDUL : MENGERTILAH AKAN AIR
By : Rony Wiranto
*Sambil Baca Sambil Dengar
Spanish Instrumental - Romance Song
Pada Suatu hari, hiduplah seorang pengembala domba. Ia tinggal di sebuah desa yang bisa dibilang kecil namun indah. Tempatnya sejuk dan ramah lingkungan. Ladang nan indah dihiasi rumput dan alang alang berwarna coklat dan hijau. Ia memiliki sebuah rumah berbentuk gubuk kecil dan kandang kecil bagi domba - domba miliknya untuk masuk. Yah, bisa dibilang kandang yang tak layak bagi domba - dombanya. Walaupun desanya begitu tentram dan nyaman, ia masih tetap gelisah memikirkan bagaimana kehidupannya yang akan datang. Bisa dibilang, pengembala itu kekurangan biaya untuk hidupnya tapi tak terlalu kekurangan. Ia masih dapat hidup dengan menggembala domba miliknya.
Suatu hari, sang pengembala seperti biasanya akan menggiring domba - dombanya untuk mencari makan. Tapi, sebelumnya ia harus menyusuri jembatan menyebrangi sungai menuju hutan. Setelah ia sampai di hutan, hujan sangat turun deras sekali.
"Ya ampun,, dasar air hujan sialan! Aku tak bisa bekerja kan?" Keluhnya.
Sang pengembala menunggu dan terus menunggu hingga awan mau menghirup air matanya kembali. Alhasil, hujan semakin lama semakin deras. Berhubung hujan telah melampaui batas dan terlalu deras, maka sang pengembala terpaksa harus pulang ke rumahnya bersama domba - domba. Ia harus melewati sebuah jembatan yang sama ketika ia menuju ke hutan. Jembatan itu terbuat dari kayu, yang kelihatannya tak dapat menahan diri untuk jatuh ke sungai. Jembatan itu hampir bobrok dan penduduk desa bilang bila ingin melewatinya harus berjalan satu - satu. Ia telah mengikuti aturan itu ketika tadi ia akan pergi ke hutan. Tapi, berhubung hujan deras dan dia terburu - buru, dia lupa akan aturan yang diberikan tersebut. Alhasil, ia menggiring semua dombanya untuk menyebrangi jembatan bersama - sama.
Salah satu dombanya kemudian terpelincir dan jatuh akibat air hujan, dan karena itulah penyebab runtuhnya jembatan kayu. Sang pengembala dan domba - domba lainnya terjun dan jatuh ke sungai. Terbawa oleh arus yang dingin dan deras. Mengalir menuju sisi hilir. Sang pengembala gelagapan. Ia bukannya memikirkan keselamatannya tapi ia memikirkan bagaimana nasib domba - dombanya yang terseret arus sungai. Ia tak bisa berenang. Beruntungnya, ia tersangkut di sebuah ranting pohon dekat sungai. Ia terus berada di situ sampai hujan berhenti. Kemudian ia pingsan dan terus berada di sungai.
Ia terbangun. Ia melihat cuaca yang cerah tanpa adanya hujan deras lagi. Ia mencoba memfokuskan matanya untuk melihat hal di dunia. Dan ia teringat akan domba - dombanya. Dan setelah ia mencari ke selubuk - selubuk sungai, hasilnya nol. Domba - dombanya sudah mati terseret oleh genangan air di sungai.
Hal ini membuat dia naik temperatur. Ia marah besar. marah kepada air yang telah menghanyutkan domba dombanya. Ia sekarang tak punya apa - apa lagi untuk hidup.
"Awas saja kau air sialan!! Aku pasti akan menaklukanmu dan menguasaimu!!" Teriaknya.
Tanpa berpikir panjang dia menemui sang raja di daerahnya, yang merupakan orang terkaya di desanya. Dengan perasaan kesal, sang pengembala menemui sang raja, ia masuk ke istana kerajaan yang begitu megah nan kokoh
"Wahai Raja, aku ingin berkata sesuatu". Kata sang pengembala.
"Silahkan, pengembala" Jawab raja.
"Aku ingin meminta ganti rugi kepadamu!" Kata sang pengembala.
"Ganti rugi untuk apa?" Tanya raja.
"Sungai yang ada di desa ini telah menelan domba - domba ku, tak ada satu pun tersisa. Aku tidak dapat memenuhi kebutuhan tanpa mereka semua". Jawab pengembala.
"Lalu kau mau minta ganti rugi apa? Uang ? atau domba yang baru?". Tanya raja.
"Tidak, yang aku inginkan adalah.. Menguasai dan memiliki sungai yang telah menenggelamkan domba - dombaku". Jawab pengembala
Raja dan para pengawal terbahak - bahak tertawa mendengar pernyataan yang disampaikan oleh sang pengembala. Raja kemudian melanjutkan pembicaraan.
"Silahkan saja, sekarang sungai itu adalah milikmu." Jawab Raja
"Sungguh? Terima kasih raja". Ucap pengembala.
Dengan perasaan senang, pengembala segera meninggalkan istana dan menghampiri sungai. Ia kemudian tersenyum bangga dan berkata
"Haha, sekarang engkau adalah milikku wahai air yang ada di sungai!". Teriak pengembala.
Kemudian ia memulai misinya, dia mengambil gergaji untuk memotong pohon - pohon yang ada di sekitar sungai. Ia juga mengambil semua kekayaan alam yang ada di sekitar sungai, seperti sarang burung, daun mapple, dan lainnya. Semuanya habis tak tersisa. Ia kemudian menjual semuanya dan alhasil dia dapat uang yang sangat banyak.
Semua yang ada di sungai, pohon, ranting, batuan, dan lainnya habis tak tersisa. Lama - kelamaan Kemudian, di tanah yang kosong itu ia mendirikan sebuah rumah yang sangat megah, berlantai 3, seperti hotel berbintang lima. Ia lebih kaya dibandingkan sang raja. Sang raja hanya terseyum dan menyaksikan apa yang terjadi.
Suatu ketika, angin bertiup sangat kencang. Sepertinya akan ada badai. Pengembala takut akan hal itu. Dan perkiraannya benar, terjadi badai disertai hujan deras. Sungai lama - kelamaan meluap dan masuk ke dalam rumah sang pengembala yang mewah. Pengembala naik ke lantai dua, rupanya hujan belum berakhir dan terus masuk ke lantai dua. Pengembala naik ke lantai tiga, dan alhasil rupanya, sebelum genangan air masuk ke lantai tiga, rumah pengembala yang mewah roboh digenangi air.
Pengembala sangat panik dan tak tahu harus minta pertolongan kepada siapa. Ia yang tak bisa berenang jadi susah bergerak di air. Beruntungnya lagi, ia ditolong seorang kakek yang naik perahu dari hulu sungai. Kakek tersebut lalu membawa si pengembala ke rumahnya dan beristirahat ke sana.
Setelah beberapa lama, si pengembala masih trauma akan kejadian itu dan segera menemui sang raja di istana.
"Aku sudah tak tahan lagi raja, ambillah sungai itu.. Aku sudah takut akan hal itu". Keluh Pengembala.
"Aku terima kembali dan marilah kita melestarikan unsur alam yang ada di sana, yang perlu kau ketahui adalah jangan jadikan air sebagai suatu hal yang remeh, dan jangan pula jadikan air sebagai suatu hal yang kuat sehingga kau ingin menaklukannya, mengertilah akan alam, mengertilah akan air." Jelas raja.
"Aku mengerti, maafkan aku wahai air." Jawab pengembala.
Terima Kasih Sudah membacanya,,
No comments:
Post a Comment