ANDA PENGUNJUNG KE :
Showing posts with label STORY TELLING. Show all posts
Showing posts with label STORY TELLING. Show all posts
Saturday, February 23, 2013
IZINKAN SAYA BERCERITA - 9. LETTER FROM ELISABETH
IZINKAN SAYA BERCERITA - 8. LINGER
CERPEN KE : VIII
JUDUL : LINGER
By : Rony Wiranto
*Sambil Baca Sambil Dengar
The Cranberries - Linger
Pagi yang suasananya agak mendung ini seakan - akan tak membuatku lupa akan bersyukur kepada Tuhan karena telah menciptakan sesuatu yang berguna dan bermanfaat bagi semua makhluknya. Pohon - pohon yang dihembuskan angin, Hujan rintik yang perlahan - lahan turun, tak akan membuatku patah semangat untuk pergi ke sekolah, walaupun kelihatannya 45 menit lagi sekolah ku membunyikan bel tanda masuknya. Aku ke kamar mandi membersihkan tubuhku, kemudian memakai baju sekolahku dengan rompi biru yang sangat bagus.
"Romi?! Apakah kamu sudah sarapan?". Tanya Shella.
"Ya!". Jawabku.
Shella adalah temanku, seorang wanita dewasa yang aku kenal sejak umurku 6 tahun, sejak orangtua ku sering berpergian ke luar kota, dialah yang selalu menemaniku diriku, mengawasi, dan membimbingku saat kedua orangtua ku sibuk dengan pekerjaan dan bepergian ke luar kota. Dengan umurku yang hampir menuju 15 tahun, dia sudah kuanggap seperti ibuku sendiri. Ya.. dia akan muncul di tengah - tengahku dan kesibukan kedua orangtua ku.
Banyak hal yang sudah kulalui bersama Shella selama 9 tahun aku hidup, rasanya aku tak rela jika kehilangannya. Sosoknya tak pernah berubah sedikitpun, selalu tersenyum dan gembira. Dia datang disaat kubutuhkan. Banyak hal yang telah kuceritakan padanya. Mulai dari ujian nasional, masuk SMA mana, sampai urusan rumah selalu kuceritakan padanya. Tak seperti kedua orangtua ku yang mungkin hanya beberapa persen mengisi kehidupanku.
Sebenarnya mungkin hanya Shella lah teman yang selalu mengisi kehidupanku. Alhasil, lihat saja di sekolah, tak ada teman seorang pun yang dekat denganku. Semuanya menjauhiku. Mereka bilang dengan alasan - alasan yang banyak, seperti aku punya penyakit-lah, gila-lah, egois-lah, aneh-lah, dan sebagainya. Tapi, dengan alasan seperti itu tak membuatku patah semangat untuk mendapatkan prestasi yang banyak di sekolah. Jarak antara rumahku dengan sekolah tak begitu jauh, hanya berjalan kaki saja cukup. Biasanya aku berjalan bersama Shella, tapi kelihatannya hari ini...
"Kamu nggak mau ikut ke sekolah?". Tanyaku.
"(Menggelengkan kepala) Nggak, kamu sendiri saja ya..". Jawabnya sambil tersenyum. Walaupun aku tahu kelihatannya itu senyuman yang dipaksakan.
"Ya sudah, aku pergi ya..". Jawabku.
Kelihatannya Shella hari ini berwajah muram. Aku kurang mempedulikan hal itu dan langsung saja berangkat ke sekolah. Aku mempercepat langkah ku. Hujan rintik semakin deras saja. Aku memakai jaket untuk menutupi tubuhku sembari memegang beberapa buku dan kertas untuk keperluan sekolah nanti. Angin semakin berhembus kencang. Tiba-tiba dari daerah belakang melintas sebuah motor yang ukurannya besar, seperti yang sedang trendi sekarang, dengan kecepatan tinggi, dan itu semua membuatku kelabakan untuk mengambil berkas-berkas ku yang terhempas olehnya.
"Siall!". Ujarku.
Aku kesal sembari memunguti semua berkas ku yang terhembas dan tertiup angin. Ini merepotkan, mana 15 menit lagi sudah harus sampai ke sekolah yang jaraknya hanya beberapa meter lagi. Berkas ku bertebaran ke mana-mana, salah satunya jatuh tepat di tengah jalan. Aku yang pemarah dan tak sabaran langsung seketika berlari ke tengah jalan dan mengambil berkas tersebut.
Sebuah mobil truk yang sedang melaju di jalan itu dengan kecepatan yang sama seperti motor tadi tiba-tiba tampak begitu jelas di depan mataku. Aku terbelalak kaget, begitu pula dengan pengendara mobil itu yang sama kagetnya sepertiku. Suara benturan tubuhku dengan mobil ku terdengar jelas sesudahnya. Tak akan terelakan.
"mi.. Romi!! Bangun!!." Teriak Shella.
Aku memfokuskan mataku untuk melihat sekelilingku. Wajah Shella terlihat di kedua mataku. "Shel, aku dimana? Kenapa aku?" dengan perasaan bingung mencoba mengingat kembali kejadian sebelumnya.
"Tenang,,". jawab Shella yang aku tak puas dengan jawabannya.
Kutatap suasana sekelilingku dengan posisi terbaring. Ya Ampun!! Begitu banyak orang yang mengelilingiku, bahkan ada beberapa teman sekolah dan guruku. Sebagian orang menutup mulutnya seolah terkejut, dan beberapa orang sempat tercengang dan bahkan beberapa orang ada juga yang sedih dan menangis. Sisanya sibuk hendak mendekatiku dan mengangkat tubuhku. Benar saja, beberapa laki-laki dewasa hendak mengangkatku. Aku agak risih karena aku yang tak kenapa-kenapa akan diangkat dan tujuannya pun tidak tahu. Aku berusaha mengelak dan Shella pun hanya diam dan tertunduk.
"Hei, Shella,, kenapa mereka memaksa mengangkat...".
Sebelum aku menyelesaikan pertanyaanku, aku tercengang. Kulihat tubuhku diangkat mereka, kelihatannya mereka menuju ke arah sekolah. Teriakan orang lain semakin memecah. Mataku menatap lurus Shella dan aku seolah terkejut. Kenapa hanya tubuhku yang mereka angkat? Kenapa mereka tidak mengangkat ku yang masih terbaring di jalanan? Tubuhku yang hancur dan penuh darah itu.. Saat itulah aku tersadar.. tubuhku dibawa pergi.. dan mereka semua meninggalkanku kecuali Shella.
"Shel, aku tidak salah kan? aku benar kan? Mereka bilang aku gila, Mereka bilang aku aneh sering berbicara denganmu, Ternyata kamu benar benar ada dan bisa kugenggam tanganmu sekarang!!". Teriakku.
Shella hanya tersenyum dan menganggkatku yang masih terbaring. Kemudian aku dituntun berjalan di belakangnya. "Akan kutunjukkan banyak hal!". katanya sambil tersenyum. Kulangkahkan kakiku, berjalan sesuai dengan tuntutan ku sebagai seorang makhluk. Shella yang selama ini mereka bilang teman imajiner-ku lah yang membimbing ku untuk terus berjalan. Terima kasih ya Tuhanku telah menciptakan makhluk istimewa sepertinya dan aku akan mengikuti langkahnya entah sampai kapan..
Ibu.. Ayah.. Aku baik-baik saja.. Nanti suatu saat kalau kita bertemu lagi, akan kuperkenalkan Shella pada kalian semua..
Friday, December 21, 2012
IZINKAN SAYA BERCERITA - 7. MENGERTILAH AKAN AIR
CERPEN KE : VII
JUDUL : MENGERTILAH AKAN AIR
By : Rony Wiranto
*Sambil Baca Sambil Dengar
Spanish Instrumental - Romance Song
Suatu hari, sang pengembala seperti biasanya akan menggiring domba - dombanya untuk mencari makan. Tapi, sebelumnya ia harus menyusuri jembatan menyebrangi sungai menuju hutan. Setelah ia sampai di hutan, hujan sangat turun deras sekali.
"Ya ampun,, dasar air hujan sialan! Aku tak bisa bekerja kan?" Keluhnya.
Salah satu dombanya kemudian terpelincir dan jatuh akibat air hujan, dan karena itulah penyebab runtuhnya jembatan kayu. Sang pengembala dan domba - domba lainnya terjun dan jatuh ke sungai. Terbawa oleh arus yang dingin dan deras. Mengalir menuju sisi hilir. Sang pengembala gelagapan. Ia bukannya memikirkan keselamatannya tapi ia memikirkan bagaimana nasib domba - dombanya yang terseret arus sungai. Ia tak bisa berenang. Beruntungnya, ia tersangkut di sebuah ranting pohon dekat sungai. Ia terus berada di situ sampai hujan berhenti. Kemudian ia pingsan dan terus berada di sungai.
Ia terbangun. Ia melihat cuaca yang cerah tanpa adanya hujan deras lagi. Ia mencoba memfokuskan matanya untuk melihat hal di dunia. Dan ia teringat akan domba - dombanya. Dan setelah ia mencari ke selubuk - selubuk sungai, hasilnya nol. Domba - dombanya sudah mati terseret oleh genangan air di sungai.
Hal ini membuat dia naik temperatur. Ia marah besar. marah kepada air yang telah menghanyutkan domba dombanya. Ia sekarang tak punya apa - apa lagi untuk hidup.
"Awas saja kau air sialan!! Aku pasti akan menaklukanmu dan menguasaimu!!" Teriaknya.
Tanpa berpikir panjang dia menemui sang raja di daerahnya, yang merupakan orang terkaya di desanya. Dengan perasaan kesal, sang pengembala menemui sang raja, ia masuk ke istana kerajaan yang begitu megah nan kokoh
"Wahai Raja, aku ingin berkata sesuatu". Kata sang pengembala.
"Silahkan, pengembala" Jawab raja.
"Aku ingin meminta ganti rugi kepadamu!" Kata sang pengembala.
"Ganti rugi untuk apa?" Tanya raja.
"Sungai yang ada di desa ini telah menelan domba - domba ku, tak ada satu pun tersisa. Aku tidak dapat memenuhi kebutuhan tanpa mereka semua". Jawab pengembala.
"Lalu kau mau minta ganti rugi apa? Uang ? atau domba yang baru?". Tanya raja.
"Tidak, yang aku inginkan adalah.. Menguasai dan memiliki sungai yang telah menenggelamkan domba - dombaku". Jawab pengembala
Raja dan para pengawal terbahak - bahak tertawa mendengar pernyataan yang disampaikan oleh sang pengembala. Raja kemudian melanjutkan pembicaraan.
"Silahkan saja, sekarang sungai itu adalah milikmu." Jawab Raja
"Sungguh? Terima kasih raja". Ucap pengembala.
Dengan perasaan senang, pengembala segera meninggalkan istana dan menghampiri sungai. Ia kemudian tersenyum bangga dan berkata
"Haha, sekarang engkau adalah milikku wahai air yang ada di sungai!". Teriak pengembala.
Kemudian ia memulai misinya, dia mengambil gergaji untuk memotong pohon - pohon yang ada di sekitar sungai. Ia juga mengambil semua kekayaan alam yang ada di sekitar sungai, seperti sarang burung, daun mapple, dan lainnya. Semuanya habis tak tersisa. Ia kemudian menjual semuanya dan alhasil dia dapat uang yang sangat banyak.
Suatu ketika, angin bertiup sangat kencang. Sepertinya akan ada badai. Pengembala takut akan hal itu. Dan perkiraannya benar, terjadi badai disertai hujan deras. Sungai lama - kelamaan meluap dan masuk ke dalam rumah sang pengembala yang mewah. Pengembala naik ke lantai dua, rupanya hujan belum berakhir dan terus masuk ke lantai dua. Pengembala naik ke lantai tiga, dan alhasil rupanya, sebelum genangan air masuk ke lantai tiga, rumah pengembala yang mewah roboh digenangi air.
Pengembala sangat panik dan tak tahu harus minta pertolongan kepada siapa. Ia yang tak bisa berenang jadi susah bergerak di air. Beruntungnya lagi, ia ditolong seorang kakek yang naik perahu dari hulu sungai. Kakek tersebut lalu membawa si pengembala ke rumahnya dan beristirahat ke sana.
Setelah beberapa lama, si pengembala masih trauma akan kejadian itu dan segera menemui sang raja di istana.
"Aku sudah tak tahan lagi raja, ambillah sungai itu.. Aku sudah takut akan hal itu". Keluh Pengembala.
"Aku terima kembali dan marilah kita melestarikan unsur alam yang ada di sana, yang perlu kau ketahui adalah jangan jadikan air sebagai suatu hal yang remeh, dan jangan pula jadikan air sebagai suatu hal yang kuat sehingga kau ingin menaklukannya, mengertilah akan alam, mengertilah akan air." Jelas raja.
"Aku mengerti, maafkan aku wahai air." Jawab pengembala.
Baca Selengkapnya......
Wednesday, December 19, 2012
IZINKAN SAYA BERCERITA - 6. THE FABULOUS MEMORY
CERPEN KE : VI
JUDUL : THE FABULOUS MEMORY (KENANGAN TERBAIK)
By : Rony Wiranto
*Sambil Baca Sambil Dengar
Westlife - Season in the Sun
Hari ini
kebetulan cuaca bersahabat, Cerah dengan sinar matahari keemasan. Tak
tanggung-tanggungnya Matsumoto dengan sigap cepat-cepat pergi ke sekolah di
hari senin. Dia tak mau ketinggalan pelajaran Matematika kesukaannya di jam
pertama, dia sengaja berjalan kaki agar bisa menikmati segarnya kerindangan
pohon di jalan yang dilaluinya. Jarak sekolah dari rumahnya cukup jauh juga,
karena itulah dia rela bangun subuh untuk pergi ke sekolah. Jalan demi jalan ia
lewati, pohon demi pohon ia lalui. “Hmm segarnya” pikirnya. Sesampainya di
sekolah, dengan cepat ia berlari menuju kelasnya dan segera membuka pintu
kelasnya. Dengan gembira, ia mengatakan..
“Ohayou!”. Sapanya.
Tapi semua teman sekelasnya tak
menghiraukannya, kelihatannya mereka semua sedang membicarakan sesuatu hal,
sesuatu hal yang penting kelihatannya. Matsumoto segera mendekat ke teman –
teman dekatnya dan ikut berbincang.
“Eh, Ada apa sih?”. Tanya Matsumoto.
Semuanya hening tanpa menjawab.
“Eh, ada berita apaan sih??”. Tanya
Matsumoto. Kali ini dia menggunakan nada yang
“Kamu belum tahu? Seluruh murid di
kelas sedang membicarakan hal ini.” Jawab Ai.
“Hal apa?”. Tanya Matsumoto. Segera
disambung oleh Aru.
“Sebenarnya, guru kesukaanmu, Bu Ran,
akan segera berhenti mengajar di sekolah ini.” Jawab Aru.
“Haha.. Kabar itu juga aku sudah tahu,
biar gimanapun, Bu Ran kan 2 bulan yang akan datang akan segera menikah, jadi
wajar saja kalau...” Segera dipotong oleh Ai.
“Yang menjadi masalahnya sekarang bukan
itu.” Jawab Ai.
“Tapi, guru yang akan menggantikan Bu
Ran itu..” Sambung Aka.
“Eh?”. Tanya Matsumoto dengan ekspresi
bingung.
“Guru yang akan menggantikan Bu Ran
itu adalah guru yang dinobatkan sebagai guru terkejam di kota ini, Bu Minase!”.
Jawab Aka dengan menyambung kalimatnya yang terputus tadi.
“Ah, kalian percaya cerita begituan?
Itu kan hanya kabar semata, jadi..”. Kata Matsumoto, dan segera dipotong oleh
Ai.
“Itu bukan cerita bualan, bahkan
sekolah Sakura yang international itu bisa-bisanya menolak Bu Minase itu.
Beberapa sekolah di kota ini, juga banyak yang menolaknya, bahkan secara
langsung!”. Jawab Ai dengan tegas.
“Eh, Lalu kenapa sekolah ini
menerimanya begitu saja?”. Tanya Matsumoto.
“Entahlah, dengar kabar yang beredar
sih, ada yang bilang kalau di Sekolah ini ada kerabat keluarganya yang bekerja
disini, ada juga yang bilang bahwa dia rela menyuap kepala sekolah agar dapat
diterima dan bekerja disini.” Jawab Ai. Lalu Aka segera menyambung.
“Dan hebatnya, guru itu menjadi Wali
Kelas kita menggantikan Bu Ran, ohh seandainya Bu Ran tidak menikah.. -,,,,,-”.
Keluh Aka.
“Hei, kalau begitu bagaimana...” Belum
sempat Aru berbicara, suasana keramaian di kelas langsung buyar begitu
mendengar kenok pintu bergerak dan muncul seseorang.
“Itu dia, datang.” Bisik Ai kepada
Matsumoto.
Matsumoto hanya diam dan terus
memperhatikan seseorang tersebut yang ternyata adalah Bu Minase. Matsumoto
kemudian duduk ke bangkunya. Ia hanya bingung memperhatikan Bu Minase. Orang
nya masih muda, sekitar umur 23 tahun. Wajahnya cantik, tertutup oleh masker
yang dipakainya, tampaknya juga Anggun. Matsumoto juga masih bingung kenapa
orang seperti itu bisa dinobatkan sebagai guru terkejam. Lalu dengan tegas Bu
Minase mengucapkan perkenalan.
“Hajimemashite, Nama saya Minase! Saya
bertugas untuk menggantikan Guru kalian yang telah berhenti beberapa hari ini.
Jadi, Salam kenal!” Kata Bu Minase dengan tegas.
Suaranya yang tegas itu membuat semua
murid tidak berani menjawab pertanyaannya. Bu Minase lalu melanjutkan percakapannya.
“Baiklah, kita mulai pelajarannya!”.
Kata Bu Minase sambil menghadap ke arah Papan Tulis.
“Apa-apaan dia, langsung memulai
pelajaran seenaknya!” Bisik Aka kepada yang lain.
“Iya, seharusnya dia mengajak semua
murid untuk beradaptasi dulu sebelum memulai pelajaran!” Sambung Ai.
“He..Hentikan, nanti suara kalian..”
Himbau Aru dan terpotong oleh Aka.
“Lagipula guru baru saja sombong, dia
seperti monster yang menutup mukanya dengan masker!”. Kata Aka.
Tiba – tiba, Bu Minase memarahi Aka
dan yang lainnya dengan mengatakan “Jangan berbicara saat jam Pelajaran!”.
Rupanya suara Aka terdengar oleh Bu Minase dan mereka pun segera melanjutkan
pembelajaran.
“TRINGG..” jam istirahat pun berbunyi,
akhirnya semuanya lega Bu Minase bisa keluar dari kelas. Suasana kelas kembali
ramai dengan pembicaraan topik yang sama seperti pagi tadi, yaitu tentang Bu
Minase. Karena merasa lapar, dan pagi tadi belum sarapan, akhirnya Matsumoto
mengajak Aru untuk pergi ke kantin sekolah.
“Aru, aku lapar.. Kita beli sesuatu
yuk?” Ajakku kepada Aru.
“Ah, iya.. kenapa tidak mengajak Ai
dan Aka?” Tanya Aru.
“Haha! -_-” Tidak usah, kelihatannya
mereka sangat bersemangat bercerita ke teman-teman yang lain”. Jawab Matsumoto
sambil melirik ke Ai dan Aka.
Akhirnya Matsumoto dan Aru pergi ke
kantin untuk membeli beberapa makanan. Matsumoto sempat melihat Bu Minase di
kantin, sambil makan sendirian tanpa seorang teman guru. Matsumoto hanya
melihatnya saja.
“Matsu? Ayo, sebentar lagi bel masuk
lho..” Ajak Aru.
“Ah, iya..” Jawab Matsumoto.
Mereka lalu masuk ke kelas, begitu
juga dengan Bu Minase yang sudah selesai makan itu, dia segera memulai
pelajarannya. Waktu demi waktu, kelihatannya semakin tegang saja pembelajaran
hari ini. Mereka pun pulang.
“Ah, Pelajaran hari ini membosankan!”
Keluh Aka.
“Iya, Bosan banget!!”. Sambung Ai.
“Tidak juga, pelajarannya bagus dan
bisa dimengerti.” Sambung Matsumoto.
“Ah, kamu orangnya nggak asik :P .”
Keluh Aka.
“Haha! -_- ” Sambung Matsumoto
“Eh, sudah ya.. Aku dan Aru lewat
sini.. Sampai jumpa besok!”. Kata Aka mengucapkan selamat tinggal.
“Iya.” Jawab Matsumoto dan Ai.

“Eh, ada penjual es krim, kamu mau es
krim?” Tanya Ai.
“Boleh, belikan aku satu ya.” Jawab
Matsumoto
“Baiklah, kalau begitu kau tunggu di
sini, aku akan ke sana.” Jelas Ai.
Matsumoto hanya mengangguk, sambil
melihat pemandangan indah yang ada di sekitarnya, di sampingnya terlihat gunung
dan pepohonan, dan dibawahnya ada tempat untuk bisa melihat danau indah.
Matsumoto iseng melihat ke bawah tempat untuk melihat danau. Dan ternyata di
sana ada seseorang. Begitu dilihat dekat, ternyata itu Bu Minase. Matsumoto
segera turun dan mendekati Bu Minase. Menyadari kedatangan Matsumoto, Bu Minase
hanya diam memperhatikan danau yang begitu indah. Matsumoto lalu menegur Bu
Minase.
“Ah, Sensei..”. Kata Matsumoto
Bu Minase hanya diam saja. Dengan muka
setengah terlihat itu, dia menggunakan masker menutupi mulut dan hidungnya.
“Ano, Apa yang Ibu lakukan di sini?”
Tanya Matsumoto dengan ramah, tapi Bu Minase tetap tak menjawab pertanyaannya
dan sedikit demi sedikit menjauh dari Matsumoto. Matsumoto pun memakluminya dan
tersenyum.
“Hmm, aku tahu, pasti keindahan danau
inilah yang membuat Ibu berniat datang ke sini.” Jelas Matsumoto. Dan akhirnya
Bu Minase menjawab.
“Ini adalah tempat masa kecilku dulu”.
Jawabnya.
Matsumoto sedikit heran, kemudian
melanjutkan pembicaraan.
“Ah, begitu ya.. Eh, kenapa Sensei
selalu memakai masker saat jam pelajaran, juga di mana – mana ?” Tanya
Matsumoto. Bu Minase tak menjawab pertanyaannya lagi. Lalu Matsumoto mendekat
kepada Bu Minase.
“Ibu?”. Tanyaku heran.
Mengetahui Matsumoto mendekatinya, Bu
Minase mendorong jatuh Matsumoto dan berkata “Jangan Mendekat!” Kemudian
berlari ke atas puncak. Melihat kejadian itu, Ai kemudian segera turun ke bawah
dan menolong Matsumoto.
“Ah, Matsu! Kau tidak apa-apa?”. Tanya
Ai sambil membantu Matsumoto berdiri.
“Ah, iya.” Jawabnya. Ia hanya
termenung diam.
“Kenapa sih orang itu?! Guru macam apa
itu mendorong jatuh muridnya sendiri!! Kau benar – benar tak apa – apa ?”.
Tanya Ai
Matsumoto hanya diam melihat Bu
Minase. Dia termenung melihat ekspresi mata Bu Minase saat ia dia didorong
jatuh oleh Bu Minase, matanya seakan mau menangis. ‘Apa maksudnya?’ pikir
Matsumoto.
“Hei, kenapa kau? Ini es krim mu.. Ayo
pulang!” Ajak Ai sambil memberikan es krim yang ada di tangannya itu kepada
Matsumoto.
“Ah, iya..” Jawab Matsumoto.
Mereka pun segera melanjutkan
perjalanannya untuk pulang ke rumah.
Hari demi Hari Bu Minase mengajar,
sepertinya semua murid sudah agak bisa beradaptasi dengan keadaan di kelas.
Sejak saat itu Matsumoto sering sekali melihat Bu Minase pergi ke danau. Tapi,
Matsumoto tidak berani menegur lagi, dia tidak mau mengganggu ketenangan Bu
Minase di danau itu. Sampai suatu hari terjadi suatu kejadian di kelas, salah
satu teman sekelas Matsumoto, yang bernama Ryu kehilangan suatu barang berharga
di sana.

Akhirnya Matsumoto menyelidiki
permasalahan itu, Petugas kebersihan di sekolah itu bilang Bu Minase sering masuk ke ruang
guru diam – diam, entah apa tujuannya. Ini semakin meragukan Matsumoto.
Esoknya, hal ini masih jadi
pembicaraan hangat, terutama di kelas Matsumoto.
“Dia Pelakunya! Pasti Dia!” Teriak Ai.
Suara Ai membuat Matsumoto ingin ikut
ke pembicaraan itu.
“Benar, pikir saja pakai Logika, Hine
tak mungkin pencurinya karena dia itu orang kaya, pasti si Minase itu
pelakunya!” Sambung Aka.
“Te..Teman – teman.. ” Aru berusaha
menghentikan pembicaraan.
Matsumoto hanya diam mendengarkan. Dia
pikir apakah mungkin Bu Minase akan melakukan hal semacam itu.
“Iya! Kudengar dia sebatang kara, dan
dia sangat membutuhkan uang!” Jawab Ai.
Pembicaraan semakin panas, akhirnya
Matsumoto berniat menemui Bu Minase dan menanyakan tentang apa yang terjadi
sebenarnya. Matsumoto tahu bahwa Bu Minase setiap pulang sekolah selalu pergi
ke danau. Dan ternyata saat itu, Bu Minase memang terlihat menangis. Melihat kejadian
itu Matsumoto turun pelan – pelan, tapi akhirnya Bu Minase menyadari keberadaan
Matsumoto dan segera menyeka air matanya. Matsumoto lalu mendekati Bu Minase.
“Kau tadi melihatnya ya?” Tanya Bu
Minase.
“Ah, melihat apa?” Tanya Matsumoto
kebingungan.
“Melihatku menangis?” Jawab Bu Minase.
Matsumoto hanya terdiam, baru kali ini
Bu Minase mudah sekali diajak berbicara.
“Ano.. Sebenarnya.. Ada yang mau aku
tanyakan..” Kata Matsumoto terpatah – patah saat bicara.
Lalu, dengan masker yang menutupi hidung
dan mulutnya, dia menatap Matsumoto.
“Sensei pasti sudah mendengar berita
ini.. dan yang ingin kutanyakan..” Lagi – lagi Matsumoto terpatah – patah.
“Pakai hatimu..” Potong Bu Minase.
“eh?” Tanya Matsumoto
“Jika ada yang membingungkan di dalam
diri, dan memilih manakah jalan yang harus diikuti, maka yang kupilih adalah
kata hati, sebab kenyataannya Perasaan akan lebih mudah menyesuaikan keadaan
dengan masalah yang dihadapi.” Kata Bu Minase.
Mendengar kata – kata Bu Minase tadi
membuat hati Matsumoto tertegun, karena kata hatinya yakin bahwa Bu Minase
bukanlah pencuri.
“Kalau ibu meninggal nanti, beri tahu
bahwa ibu mau dikuburkan di sini ya..” Kata Bu Minase dengan sedikit bercanda.
“Se.. Sensei bicara apa?” Tanyaku
sedikit kaget.
“Kalau masalah jam punya temanmu itu,
jam itu sekarang ada di Petugas kebersihan sekolah kita, dia
menemukan jam itu terjatuh saat Ryu menaruhnya di tasnya yang berlubang. Karena
takut hilang dia menyimpan nya.” Jelas Bu Minase.
“Ke.. Kenapa ibu tidak bilang pada Ryu
dan yang lainnya?! Ibu hampir dicurigai pelakunya Tau! Lagipula kenapa petugas itu tidak
memberikannya kepada kepala sekolah biar masalahnya terselesaikan?!” Tanyaku
dengan nada kesal.
“dia tidak mendengar kejadian itu karena saat itu dia sedang
pulang ke desanya di Aomori dan baru kembali hari ini. Lagipula aku tidak bisa
berbicara terlalu banyak.” Jawab Bu Minase dengan nada sedih.
‘apa maksudnya?’ pikir Matsumoto,
walaupun sudah tahu kebenaran kasus yang terjadi tapi masih ada yang janggal
tentang Bu Minase. Tanpa pamit Bu Minase pergi dan menuju ke atas, ‘pundaknya
bergetar, itu artinya dia sedih’ pikir Matsumoto.
Esoknya Matsumoto menceritakan tentang
kasus pencurian yang terjadi di kelasnya, akhirnya semuanya kembali tenang, Ryu
juga merasa lega karena Jamnya sudah ditemukan kembali.
“Akhirnya tidak ada pelakunya di kasus
ini” Ucap Aru.
“Iya, tapi aku masih ragu dengan nenek
sihir, si Minase itu. Sikapnya masih dingin.” Gerutu Ai.
“Bener Ai, tapi kamu hebat Matsu,
darimana kamu tahu tentang kebenaran kasus ini?” Tanya Aka.
“Ah, aku hanya dapat ilham di waktu
malam haha..” Kata Matsumoto dengan nada bercanda.
“Memangnya kami percaya jawaban
seperti itu?! -_- ” Keluh Ai bercanda.
Akhirnya mereka semua dapat kembali
tenang dan mengobrol seperti biasanya.
“Eh, tapi akhir – akhir ini, Bu Minase
nggak kelihatan..” Keluh Aru.
“Biarkan saja dia, aku dengar sih
katanya dia minta cuti karena sakit.” Jawab Aka.
“Makanya, jadi orang jangan dingin
kayak gitu!” Ai memperingatkan.
“Eh, aku lupa mengumpulkan essay ku kepada
Bu Minase, sebentar ya semua.. aku pergi ke ruang guru sebentar.” Jelas
Matsumoto sambil bergegas mengambil Essay miliknya.
“Tak usah deh, lagipula liburan musim
semi kan 2 hari lagi?” Rayu Aka.
“Kalau begitu, aku nggak bakal dapet
nilai dong :p sudah ya semua..” Jawab Matsumoto.
Matsumoto segera bergegas menaruh
essay nya di meja Bu Minase, tapi dia terdengar pembicaraan beberapa guru di
kantor. Matsumoto jadi sedikit tertarik mendengarnya. Sepertinya tentang Bu
Minase.
Setelah mendengar percakapan tersebut,
Matsumoto tertegun. Seolah – olah jawaban pertanyaan yang janggal tentang Bu
Minase di hatinya terjawab sudah. Dia mau menangis, lalu tiba – tiba lari
keluar dari ruang guru dan menanyakan rumah Bu Minase kepada petugas kebersihan sekolah. Dia
bergegas menuju rumah Bu Minase. Sementara kepala sekolah datang mengunjungi
kelas Matsumoto ingin membicarakan hal yang sebenarnya terjadi, yang sudah
terdengar oleh Matsumoto lebih dulu saat di ruang guru. Kepala sekolah lalu
mulai menjelaskan, sementara Matsumoto sedang dalam perjalanan menuju rumah Bu
Minase dengan sedikit menangis.
“Begini anak – anak, bapak ingin
memberitahukan sesuatu tentang Bu Minase...” Jelas kepala sekolah.
“Matsu kemana ya? Kok ngasih Essay
lama banget?’’ Tanya Ai.
“Dia kan memang sering begitu, lama
nya minta ampun, apalagi ke toilet!” Jelas Aka.
Sementara Matsumoto berlari menuju
rumah Bu Minase.
“Bahwa pagi tadi, Bu Minase meninggal
dunia..”. Sambung kepala sekolah.
Semua murid terkejut dan ingin tahu
apa alasannya. Pak kepala sekolah lalu menceritakan semua tentang Bu Minase.
Ternyata, yang benar – benar di dengar Matsumoto dan teman – teman yang lainnya
membuat hati tertegun.
“Bu Minase punya penyakit TBC paru – paru,
itulah alasannya kenapa Bu Minase banyak tidak diterima sebagai guru di sekolah
– sekolah di kota ini, sebab mereka semua takut kalau penyakit itu bisa menular
kepada orang lain, saat melamar di sekolah ini, awalnya saya tidak mau menerima
nya. Tapi, dia menangis sambil berkata ‘Izinkan aku bekerja di sini, walaupun
hidup saya sudah beberapa waktu lagi, tapi saya sudah berjanji kepada ayah saya
untuk mengabdi dan menjalankan tugas untuk yang terakhir kalinya’. Karena saya
tak tega, akhirnya kami mengizinkan dia menjadi guru di sekolah ini, dia selalu
memakai masker agar pada saat mengajar murid – murid tak akan tertular
penyakitnya tersebut. Dan dia yang sebenarnya lembut, merubah dirinya menjadi
galak dan katanya dinobatkan sebagai guru tergalak karena dia ingin agar murid
– murid tidak mendekatinya, dia tak mau murid – murid menderita karenanya.”
Jelas kepala sekolah dengan raut muka sedih.
Mendengar semua itu baik Ai, Aka, Aru,
dan murid – murid yang lainnya menjadi menangis dan sedih, mereka segera
menghimbau pak kepala sekolah agar segera menuju ke rumah Bu Minase.
Sementara Matsumoto yang sudah
mendengar cerita itu, akhirnya sampai di rumah Bu Minase. Kemudian begitu
melihat Bu Minase yang sudah berbaring tenang, dia berteriak sedih
‘’Senseiii!!’” teriaknya.
Sementara itu, beberapa menit, Ai dan
yang lain pun tiba di rumah Bu Minase, sambil menangis Ai memeluk Matsumoto
yang sudah menangis lebih dulu. Akhirnya Matsumoto teringat akan ucapan Bu
Minase “Kalau ibu meninggal nanti, beri tahu bahwa ibu mau dikuburkan di sini
ya..”. Dia segera memberitahu hal itu kepada yang lain. Teka – Teki terjawab
sudah, keraguan yang ada di hati Matsumoto akhirnya dapat terjawab walau harus
dilanda dengan kebencian, kepedihan, dan kesedihan.
Sudah 3 Bulan berlalu, walaupun
liburan musim semi dilandai kesedihan, tapi itu tak membuat murid patah
semangat untuk melanjutkan sekolahnya. Matsumoto, Ai, Aka, dan Aru pun seperti
biasanya, pulang sekolah sambil membicarakan banyak hal.
“Akhirnya kembali bersekolah ya..”
Kata Aru.
“Yah, guru nya pun kelihatannya baik
dan ramah, jadi semangat belajar nih hehe” Jawab Ai.
“Lagipula gurunya cantik haha :$ ”
Sambung Aka.
“Sejak kejadian itu..” Matsumoto tak
melanjutkan kata – kata nya.
Semuanya menatap wajah Matsumoto
dengan sedikit senyuman kedamaian.
“Aku tak akan melupakan Bu Minase!”
Jawab Matsumoto dengan suara lantang.
“Kami juga,,” Jawab yang
lainnya serentak.
“Eh, iya.. hari ini aku ada urusan,
kalian pulang saja duluan. Aku pergi dulu ya, dah!” Teriak Matsumoto dengan
wajah senyuman.
Matsumoto segera bergegas berlari.
“Mau kemana dia?” Tanya Aru.
“Entahlah, jangan – jangan dia lupa
mengumpulkan Essay lagi -_- ” Jawab Aka.
Ternyata Matsumoto pergi ke tempat Bu
Minase dimakamkan, dia memberi bunga sebagai tanda sayang nya.
Tiba – tiba, saat akan kembali ke atas
puncak, tanpa sadar Matsumoto menginjak bagian tanah yang licin, sehingga
membuat dia terperosot jatuh. Tanpa sadar, sebuah kayu tiba – tiba jatuh dan
bergegas Matsumoto pegang agar tak jatuh ke danau. Entah darimana kayu tersebut
jatuh.
Akhirnya
dia bisa bergegas berdiri.
“fiuhh,, Hampir saja..” Keluhnya.
“Terima Kasih Bu Minase >:-) ”.
Teriaknya.
Terima Kasih Sudah membaca :)
Baca Selengkapnya......
Subscribe to:
Posts (Atom)